Sejarah Musibah Tenggelamnya Kapal Tampomas 2 th1981
KMP Tampomas II adalah kapal penumpang milik Pelni (Pelayaran Nasional Indonesia) yang mengalami kebakaran dan tenggelam di sekitar Kepulauan Masalembo di (114°25′60″BT — 5°30′0″LS) Laut Jawa (termasuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Timur). Kapal yang dinakhodai oleh Kapten Rivai ini sedang menempuh perjalanan dari Jakarta menuju Sulawesi dan karam pada tanggal 27 Januari 1981. Musibah ini menyebabkan matinya ratusan penumpang kapal tersebut.
KMP Tampomas II yang semula bernama MV
Great Emerald diproduksi tahun 1956. tergolong jenis Kapal RoRo (Roll
On-Roll Off) dengan tipe Screw Steamer berukuran 6139 GRT (Gross
Registered Tonnage) dan berbobot mati 2.419.690 DWT (Dead-Weight
Tonnage). Dimodifikasi ulang (Retrofit) tahun 1971 di Taiwan, Kapal ini
berkapasitas 1250-1500 orang penumpang, dengan kecepatan maksimum 19.5
knot. Memiliki lebar 22 meter dan Panjang 125,6 meter.
Kapal ini dibeli oleh PT. PANN
(Pengembangan Armada Niaga Nasional) dari Pihak Jepang, Comodo Marine
Co. SA seharga US$ 8.3 Juta. Kemudian PT. PELNI (Pelayaran Nasional
Indonesia) membeli secara mengangsur selama sepuluh tahun kepada PT.
PANN. Berbagai pihak telah heran akan mahalnya harga kapal ini,
mengingat pernah ditawarkan ke Perushaan Pelayaran Swasta lain hanya
seharga US$ 3.6 Juta. Berbagai pihak, termasuk Jepang sendiri telah
menyatakan kapal ini afkir karena telah berumur 25 tahun. Begitu
dioperasikan, kapal penumpang ini langsung dipacu untuk melayani jalur
Jakarta-Padang dan Jakarta-Ujung Pandang yang memang padat. Setiap
selesai pelayaran, kapal ini hanya diberi waktu istirahat selama 4 jam
dan harus siap untuk melayani pelayaran selanjutnya. Perbaikan dan
perawatan rutin terhadap mesin dan perlengkapan kapal pun hanya dapat
dilaksanakan sekedarnya saja, padahal mengingat usianya yang sudah cukup
berumur, seyogyanya kapal ini perlu mendapat perawatan yang jauh lebih
cermat.
Namun dibalik semua kejanggalan itu,
kapal ini memulai Pelayaran Perdananya menuju Ujungpandang pada bulan
Mei 1980. Pada pelayaran ini pun, yang diikuti oleh beberapa anggota
DPR, sempat menyaksikan sendiri dan turut pula mempertanyakan perihal
mesin yang sering mengalami kerusakan selama perjalanan. Anggota DPR
dari Fraksi PDIP, Ahmad Soebagyo menyebutkan berbagai kejanggalan selama
perjalanan diantaranya kapal yang berputar-putar dalam radius yang sama
dikarenakan rusaknya salah satu Knop Otomatis pengatur mesin kapal, dan
dibatalkannya Acara Show Kapal karena matinya aliran listrik dalam
waktu yang lama.
KMP Tampomas II bertolak dari Dermaga
Tanjung Priok hari Sabtu, 24 January 1981 Pukul 19.00 WIB dengan tujuan
Ujungpandang, perjalanan seyogyanya memakan waktu 2 hari 2 malam di atas
laut, sehingga diperkirakan hari Senin, 26 January 1981 Pukul 10.00 WIB
akan tiba. Seorang pemandu kapal menyebutkan bahwa salah satu mesin
kapal telah mengalami kerusakan sebelum bertolak.
Kapal membawa Puluhan Kendaraan
Bermotor termasuk Mesin Giling SAKAI, Skuter Vespa, dll yang diletakkan
di Cardeck. Berdasarkan Data Manifest Kapal menyebutkan, terdapat 191
Mobil dan 200 Motor di atas kapal. Dalam Pelayaran tersebut, sebanyak
1055 Penumpang Terdaftar dan 82 Awak Kapal berada di atas kapal.
Estimasi Total Penumpang adalah 1442 termasuk penumpang gelap.
24 January malam, tidak terjadi
apa-apa. Yang terlihat hanyalah awan senja yang memukau dan pemandangan
Laut Jawa yang datar. Namun diakui Ombak January memang sangat besar
dibandingkan di bulan-bulan lain, ombak setinggi 7-10 meter dengan
kecepatan angin 15 knot sangat wajar terjadi. Di dalam kapal sendiri
direncanakan sebuah Acara Show di Bar Kapal dengan Penyanyi Ida Farida
dari Band Kapal.
Namun berbagai tanda keanehan terjadi,
diantaranya dibawakannya Lagu Salam Perpisahan oleh seorang yang bernama
Ferry, yang kemudian tidak diketahui keberadaannya.
25 January pagi, keadaan berlangsung
seperti biasa. Namun, 25 Januari Malam, sekitar Pukul 20.00 WITA, dalam
kondisi badai laut yang hebat, beberapa bagian mesin mengalami kebocoran
bahan bakar, dan puntung rokok yang berasal dari ventilasi menyebabkan
percikan api. Para kru melihat dan mencoba memadamkannya menggunakan
tabung pemadam portabel, namun gagal. Api semakin menjalar ke
kompartemen mesin karena pintu dek terbuka. Akibatnya selama 2 jam
tenaga utama mati, dan generator darurat pun gagal (Failure) dan usaha
pemadaman pun dihentikan karena sudah tidak memungkinkan. Ditambah
dengan bahan bakar yang ternyata masih terdapat disetiap
kendaraan, menyebabkan api merambat dan membakar semua dek dengan cepat.
30 menit setelah api muncul, para penumpang diperintahkan menuju dek
atas dan langsung menaiki sekoci. Namun hal ini berlangsung lambat,
karena hanya ada 1 pintu menuju dek atas. Begitu berada di dek atas,
para ABK dan Mualim Kapal tidak ada yang memberitahu arah dan lokasi
sekoci. Beberapa ABK malah dengan egois menurunkan sekoci bagi dirinya
sendiri. Dari 6 sekoci yang ada, masing-masing hanya berkapasitas 50
orang. Sebagian penumpang nekat terjun bebas ke Laut, dan sebagian lagi
menunggu dengan panik pertolongan selanjutnya.
Tanggal 26 January pagi, Laut Jawa
dilanda hujan yang sangat deras. Api mulai menjalar ke ruang mesin di
mana terdapat bahan bakar yang tidak terisolasi. Akibatnya pagi hari
tanggal 27 January terjadi ledakan di ruang mesin dan membuatnya penuh
oleh air laut. Ruang Propeller dan Ruang Generator turut pula terisi air
laut, yang mengakibatkan Kapal miring 45 derajat.
Akhirnya pada siang hari tanggal 27
January 1981 Pukul 12.45 WIB atau Pukul 13.45 WITA (sekitar 30 jam
setelah percikan api pertama), KMP Tampomas II tenggelam ke dasar Laut
Jawa untuk selamanya, bersama 288 korban tewas di Dek Bawah.
Seluruh penumpang yang terdaftar
berjumlah 1054 orang, ditambah dengan 82 awak kapal. Namun diperkirakan
keseluruhan penumpang berjumlah 1442 orang, termasuk sejumlah penumpang
gelap. Tim penyelamat memperkirakan 431 orang tewas (143 mayat ditemukan
dan 288 orang hilang bersama kapal), sementara 753 orang berhasil
diselamatkan. Sumber lain menyebutkan angka korban yang jauh lebih
besar, hingga 666 orang tewas.
Penyelidikan yang dipimpin oleh Jaksa Bob
Rusli Efendi Nasution sebagai kepala Tim Perkara tidak memberikan hasil
yang berarti, sebab semua kesalahan ditudingkan kepada para awak kapal.
Ada kesan bahwa kasus ini dengan sengaja ditutup-tutupi oleh pemerintah
saat itu, meskipun banyak suara dari parlemen yang menuntut pengusutan
yang lebih serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar